Thursday 5 February 2015

Surat Cinta - Day 7

Untuk kau yang lebih membutuhkan,

Malam itu baru saja turun hujan. Jalanan masih basah dan genangan air ada di mana-mana. Baru saja aku keluar sebentar dari rumah, seorang kawan kemudian menghubungiku. Setelah dihubungi oleh temanku, kuputuskan untuk menyusul dia dan menikmati cemilan malam di salah satu mall terkenal di Kota Daeng ini.

Di 5 menit pertama perjalanan ku mengendarai motor yang kupinjam dari seorang kawan lainnya, semuanya terlihat biasa-biasa saja. Jalan raya itu gelap dan hanya disinari lampu-lampu kendaraan yang masih ramai dan memantulkan cahaya di jalanan yang masih basah itu.

Semuanya terlihat normal sampai pada saat aku tidak melihat ada lubang di tengah jalan itu. Untung saja aku bukanlah pengendara yang ugal-ugalan atau yang senang mengendara dengan kecepatan lebih dari 25-30 km/jam. Masih sempat kutarik tangkai rem tangan agat lajuku semakin memelan. Kemudian di situlah. Kulihat ada cahaya lampu dari motor depan seseorang yang jatuh di sisi kiri bagian agak belakang motorku. Kaget. Aku pun menepikan motorku di satu parkiran tak jauh dari situ.

Masih kaget, aku memutuskan duduk untuk beberapa saat setelah motorku kumatikan. Ini pertama kalinya aku mengalami kecelakaan setelah beberapa tahun belakangan ini aku mengendarai motor. Setelah agak tenang, aku pun berjalan kaki masih dengan memakai helm di kepalaku. Jarak antara tempatku memarkirkan motor dan lokasi kecelakaan kecil itu tidak jauh. Tidak lebih dari 20 langkah kaki manusia normal.

Di situ tidak kudapati keramaian yang seharusnya ada setelah suatu kecelakaan kecil ataupun besar yang seharusnya kutemui dan yang biasanya kutemui di jalanan  setelah ada kecelakaan yang terjadi. Dari hal itu kuyakinkan bahwa siapa pun orang yg jatuh itu pasti baik-baik saja dan tidak ada hal yang perlu kukhawatirkan. Aku pun kembali ke motor yang kuparkirkan. Mengingat temanku pasti sudah menunggu, sebelum memulai perjalanan aku berniat menghubungi temanku untuk mengabarkan aku akan sedikit terlambat karena aku harus dan ingin memperlambat lagi laju motorku mengingat jalanan masih basah dan tentu saja licin.

Di situlah. Kucari kedua handphone ku yang seharusnya ada di tempatnya sudah tak di situ lagi. Panik kembali menyerang. Teringat lagi keteledoranku ketika menyimpan handphone ku di kantong motor matic beberapa bulan yang lalu yang diambil oleh orang setelah tak berapa lama kuparkir motorku. Secara otomatis otakku bekerja. Sepersekian detik setelah aku melintasi lubang berisi genangan air di tengah jalan tadi aku merasakan ada benda jatuh mengenai kakiku. Itu pasti handphoneku. Tidak mungkin badan motor orang yang jatuh tadi sampai mengenai kakiku karena dia jelas-jelas berada di sebelah belakang sisi kiri motorku.

Kuputuskan untuk memeriksa jalanan tempat kecelakaan kecil itu terjadi. Lalu lintas normal. Kulihat di jalan tidak nampak pernah ada handphone terjatuh di situ. Aku sudah  memikirkan pikiran buruk bahwa mungkin kedua handphone ku terlindas kendaraan yang berlalu-lalang. Tapi tidak ada jejaknya. Masih panik. Sangat panik. Berkali-kali aku mondar-mandir di jalanan itu. Kemudian seorang bapak keluar dari sebuah kost-kostan yang memang berlokasi tepat di seberang jalan lokasi kecelakaan kecil itu.

Bapak itu berusaha membantu. Dia membantu menahan laju mobil sembari kucelupkan tanganku ke dalam genangan air di lubang yang kulintasi tadi. Tidak ada. Kedua handphone ku tidak ada di situ. Kami pun berbincang di tepi jalan dan aku berusaha menjelaskan selengkap dan serinci mungkin kronologis kejadiannya. Kemudia kawan dari Bapak itu pun keluar. Dia berseragam satpam. Aku menjadi cukup tenang. Paling tidak ada dua orang di dekatku yang bisa kuajak bicara mengenai kejadian ini.

Setelah berbicara itu, kuketahui bahwa si Bapak Satpam itu adalah saksi dari kecelakaan kecil yang terjadi barusan. Dari dia pula kuketahui bahwa kedua handphone ku diambil oleh orang yang jatuh tadi dan kemudian dia berkendara kembali. Sebuah keterangan yang membuatku sedikit tenang. Paling tidak ada kemungkinan handphone ku bisa kembali, begitu pikirku.

Setelah berpamitan kepada kedua orang baik itu, kuputuskan untuk membatalkan bertemu dengan teman-temanku di mall itu. Aku kembali ke lokasi di mana aku bersama dengan teman-temanku lainnya sedang berkumpul. Kuceritakan kejadian pada mereka. Kucoba hubungi nomor handphone ku dan setelah beberapa kali deringan, orang itu akhirnya menjawab telfonku. Perbincangan pun terjadi antara kami. Sangat disayangkan orang itu menyalahkanku atas kecelakaan yang terjadi. Saat itu aku tidak peduli sebagaimanapun dia ingin menyalahkanku. Aku hanya ingin kedua handphone ku kembali karena keduanya begitu penting untukku.

1 dan 2 hari terlewatkan, aku belum juga mendapatkan handphone ku kembali. Dengan alasan cuaca, aku tidak bisa bertemu dengan orang itu dan atas saran kawan dan keluargaku, aku tidak boleh bertemu dengan orang itu sendirian. Kemudian di hari ketiga, tepatnya pagi ini kucoba menghubungi lagi kedua nomor handphone ku itu, berharap si Bapak akan cukup baik untuk men-charge keduanya sehingga aku dapat menghubunginya. Ternyata keduanya tidak lagi aktif. Mungkin aku telah kehilangan kedua handphone ku.

Untuk siapa pun yang mengambil handphone ku, semoga memang keduanya lebih berguna untuk Anda daripada untukku. Selamat. Mohon keduanya dijaga lebih baik daripadaku. Salam untuk Yesung dan si Putih. Keduanya berharga untukku. Aku akan merindukan mereka berdua.

Dari aku yang kau tuduh kabur setelah kecelakaan itu terjadi.

0 comments:

Post a Comment

 

Template by Blogger Candy