Untuk kau yang terdiam di dalam lemari kecilku.
Apa kabar? Sungguh setelah bertahun-tahun aku lupa akan
dirimu. Untuk itu, sebelum melanjutkan, kuucapkan maaf untuk waktu yang
terlupakan untuk mengenang dirimu.
Terlalu lama waktu berselang sejak terakhir kali aku ingat
akan dirimu. Namun 2 tahun yang lalu ketika aku sedang berkumpul dengan
teman-temanku yang kukenal sejak masa sekolah yang kuhabiskan selama 6 tahun berseragam
putih dan merah -- sungguh, orang-orang harus berhenti mengatakan itu adalah
seragam merah-putih --, aku dikejutkan dengan ingatan kehadiranmu di masa itu.
Temanku, yang juga masih menjadi teman baikku, justru mengingat hampir setiap
detil kejadian antara aku dan kau yang baginya sangat membingungkan karena
betapa aku terlihat sangat bahagia ketika berinteraksi denganmu.
Jujur, ditariknya ingatanku pada kehadiranmu membuat bulu
romaku berdiri. Bukan karena dinginnya mesin pendingin dari mobil salah satu
temanku, tetapi karena betapa menggodanya kehadiranmu. Tak nampak, namun begitu
jelas untuk sekedar disebut halusinasi.
Setelah 2 tahun itu, sekali lagi aku melupakanmu. Oh
baiklah, bukan melupakan, tetapi ingin menampik kehadiranmu. Aku takut dan
sensasi bulu roma yang berdiri itu membuatku tak nyaman. Tetapi lagi-lagi kau
begitu keras berusaha ingin membuatku mengingatmu.
Di ruangan itu. Di suatu ruang yang tidak bersebangunan
dengan rumahku, sosok yang mungkin dan aku yakin sama denganmu, menggodaku
dengan menimbulkan suara seperti gesekan kuku di permukaan kayu yang kasar.
Terlalu jelas untuk menyangkalnya. Lagi, bulu romaku berdiri. Sudah kukatakan
aku tidak suka sensasi itu, kan? Kutekankan lagi, aku tidak suka sensasi itu.
Perlahan. Sejak 2 tahun itu, serpihan ingatanku tentang
dirimu yang menemaniku di masa kecil sekali-kali muncul di satu ruang di antara
begitu banyak data di dalam memoriku. Aku ingat senangnya aku ketika kita hanya
duduk di belakang kelas dan bercerita. Aku ingat kau duduk di bingkai jendela
kamarku sambil menatapku yg sedang duduk di tepi kolam ikan yang
mengakibatkanku dilarikan ke rumah sakit karena terkena demam berdarah. Aku pun
ingat setiap malam kau duduk di atas lemari kecilku sampai mataku terpejam di
pekatnya malam. Dan aku ingat... dirimu yang menjauh setelah kutinggalkan kamar
itu denganmu yang hanya bisa dan ingin berdiam di dalamnya. Di saat itulah
titik balik kau pun semakin memudar dari ingatan kanak-kanakku. Kuakui, pindah
diriku diiringi dengan beranjaknya usia dari kanak-kanak ke remaja. Belum ingin
kusebut diriku ini dewasa hingga kutemukan apa arti dewasa untuk diriku.
Aku berharap kau berbahagia di sana. Aku senang kalau kau
dapat melupakanku dengan bermain bersama anak yang lebih membutuhkan
kehadiranmu untuk membuat masa kecilnya bahagia. Bukannya aku tidak
membutuhkanmu, hanya saja dunia di umurku yang sekarang ini terlalu sibuk
dengan urusan Tuhan dan dunia itu sendiri. Aku tak yakin kau bisa bersaing
dengan keduanya.
Untuk kau yang terdiam di dalam lemari kecilku, dengan
kukirimnya surat ini untukmu agar aku tidak lagi melupakanmu di kemudian hari.
Agar selalu ada tempat di mana aku bisa menyimpan tentangmu. Peluk cium untukmu
yang tidak nampak, namun terlalu jelas untuk disebut halusinasi.
Temanmu yang lupa.
2 comments:
Baru mampir udah suka sama tulisannya :)
www.fikrimaulanaa.com
hehehehe makasih~ ^^
Post a Comment